Puisi Ibu Sedih Dedi Ir edu.abjad.eu.org

10 Puisi Ibu Sedih

Puisi Ibu Sedih

Puisi ibu sedih bukan sekadar rangkaian kata, melainkan getaran hati yang menelusup dalam ruang sunyi jiwa. Ia lahir dari rindu yang tak sempat pulang, dari air mata yang jatuh diam-diam di pelipis malam. Dalam tiap baitnya, terselip doa yang tak terdengar dan cinta yang tak lekang waktu. Puisi ini bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dirasakan—seperti memeluk kenangan seorang ibu yang telah menjadi cahaya dalam ingatan. Lewat puisi, kita menuliskan duka dengan keindahan, dan merangkai kehilangan menjadi bahasa yang abadi.

https://edu.abjad.eu.org

 


 

Langit Tak Menjawab

 

Kutanya langit tentang Ibu
Tapi langit hanya membiru
Sayangku mengendap jadi syair
Yang tak bisa Ibu dengar

Aku menulis namamu di awan
Agar cinta tetap berkenan
Rindu ini seperti lautan
Tak ada ujung di hamparan

Kukenang tawa dan nasihat
Yang kini hilang tanpa jejak
Ibu, engkau tetap kuat
Dalam hatiku yang retak

Langit tetap diam
Menampung rindu yang karam
Tapi hatiku tetap memanggil
Meski jawabnya tak pernah hadir

 


Bayang Ibu di Balik Jendela

 

Langit muram menatap bisu
Jendela terbuka menampung rindu
Ibu, engkau cahaya waktu
Kini tinggal gema di kalbu

Aku duduk, menatap malam
Cahaya remang menghimpit kelam
Sayangmu membekas dalam diam
Hati ini terus karam

Rintik hujan menyebut namamu
Setiap tetes adalah pilu
Kenangan datang tanpa diminta
Membawa luka tak tertutup waktu

Ibu, izinkan aku menangis
Di peluk malam yang sunyi manis
Karena tak sanggup menahan tangis
Saat rindu menjelma tangis

 


Rumah Tanpa Suara

 

Pintu terbuka, tapi hampa
Langkahmu tiada di pelataran jiwa
Ibu, engkau pelita sukma
Kini hanya nama di udara

Dapur sunyi, tanpa makna
Tak ada suara, tak ada tawa
Aku bicara pada udara
Mengulang cinta yang kini sirna

Sayang, aku mencarimu
Dalam bisik waktu yang membeku
Hati retak tanpa pelukmu
Malam jadi teman yang membisu

Doaku menjulur ke langit
Menyebut namamu dalam tangis pahit
Ibu, pulanglah walau sekejap
Agar rindu ini tak makin melangit

 


Tak Lagi Dinyanyikan

 

Ibu dulu menyanyi lembut
Kini hanya sunyi yang menyentuh
Lagu nina bobo telah gugur
Digantikan isak yang tak berhujung

Sayang, suara itu abadi
Menggema dalam relung hati
Saat tidurku diselimuti sunyi
Kutemukan senandungmu menari

Bantal ini basah tiap malam
Rindu ini tak tahu padam
Ibu, bagaimana caranya pulang
Jika pintumu telah tertutup malam

Doaku seperti nyanyian hujan
Datang perlahan, tak ingin kehilangan
Rasamu tetap di urat nadi
Ibu, engkaulah nyanyian sejati


Tangis di Balik Pintu

 

Pintu rumah tak pernah terbuka
Sejak Ibu pergi tanpa suara
Aku mengetuk dalam duka
Tak ada jawab, tiada suara

Hati ini seperti reruntuhan
Dibangun dari cinta yang tertinggal
Sayang Ibu masih bertahan
Meski waktu terus menempuh jalan

Tiada senyum di meja makan
Tiada cerita yang ditanyakan
Hanya sunyi memeluk perlahan
Dan rindu yang selalu mengendap diam

Ibu, izinkan aku menangis
Sekadar meredakan tangis manis
Yang tiap malam mengendap di iris
Karena kasihmu masih terasa manis

 


Rindu Tak Bermuara

 

Rindu ini tak tahu pulang
Seperti perahu hilang arah
Ibu, sayangmu jadi terang
Dalam gelapku yang resah

Kupanggil namamu tiap malam
Dalam doa yang tak pernah padam
Tapi hanya diam yang dalam
Menjawab hatiku yang karam

Hati ini bagai pelabuhan
Menanti kapal tanpa tujuan
Ibu, engkau jadi keabadian
Dalam tiap titik penantian

Andai dunia punya lorong
Akan kupilih tanpa bingung
Menuju pelukmu yang tenang
Meski hanya sesaat menumpang

 


Ketika Waktu Membisu

 

Waktu membisu, tak ingin bicara
Saat Ibu tak lagi di sana
Hati ini menjadi bara
Membakar rindu yang kian nyata

Sayangmu seperti langit luas
Tak terlihat tapi tak pernah lepas
Dalam tidurku yang nyaris
Bayangmu hadir seakan jelas

Aku berjalan dalam kenangan
Menyusuri lorong tanpa pelukan
Ibu, engkaulah arah dan tujuan
Kini kutersesat dalam kerinduan

Kupeluk sunyi sebagai pengganti
Namun tak sehangat kasih sejati
Ibu, pulanglah dalam mimpi
Agar rindu ini bisa berhenti

 


Senja Tanpa Ibu

 

Senja datang membawa duka
Warnanya tak lagi jingga
Ibu, sejak kepergianmu tiba
Langit pun kehilangan rupa

Aku duduk di pelataran
Menanti suara yang tak datang
Sayangmu adalah pelukan
Yang kini tinggal bayang

Rinduku menjadi puing
Tiap hari kian meninggi
Ibu, bisakah kau datang pagi
Sekali saja, menghapus sunyi

Hari-hariku jadi hampa
Tiada senyum di wajah bunda
Namun doaku tetap setia
Mengiringimu ke surga

 


Di Peluk Doa

 

Kau tak lagi hadir di pagi
Tapi doaku terus mengalir
Sayangmu kini abadi
Tak terlihat, tapi mengalir

Setiap kali aku berdoa
Namamu hadir di kepala
Ibu, rinduku jadi mantra
Yang kupeluk dalam cahaya

Kupinta Tuhan dalam tangis
Agar Ibu tenang di atas sana
Di sini aku masih menangis
Karena rindu tak pernah reda

Ibu, engkaulah cahaya
Yang tak pernah padam di jiwa
Biarlah waktu terus berlalu
Asal cintamu tetap menyatu

 


Dinding

 

Dinding ini punya cerita
Tentang Ibu dan segala cinta
Sayangmu melekat di setiap kata
Yang kutulis dalam airmata

Aku bicara pada tembok
Tentang rindu yang makin robek
Ibu, hatiku tak lagi kokoh
Tanpamu dunia terasa mencekik

Kupeluk bayangan di balik pintu
Membayangkan kau kembali waktu itu
Tersenyum, menyuapiku pelan
Kini hanya angan yang menahan

Semua ini mungkin gila
Tapi sayang tak kenal logika
Rindu pada Ibu tak bisa reda
Sampai bertemu dalam surga

 


Dedi Ir
Mojokerto Jawa Timur

Sebagai anak, kita sering lupa bahwa waktu bersama ibu tak pernah bisa diulang. Melalui puisi, kita bisa mengabadikan kasihnya, memeluk bayangnya, dan menitipkan rindu yang tak sempat terucap. Bait demi bait menjadi jembatan menuju hati yang pernah digenggam ibu dengan penuh kelembutan. Maka mari kita rawat ingatan, mari kita tulis cinta, dan biarkan puisi ini menjadi pelita. Sebab tiada cara paling puitis untuk merayakan cinta terdalam selain melalui puisi ibu sedih.

Tinggalkan Balasan