Puisi ibu sedih bukan sekadar rangkaian kata, melainkan getaran hati yang menelusup dalam ruang sunyi jiwa. Ia lahir dari rindu yang tak sempat pulang, dari air mata yang jatuh diam-diam di pelipis malam. Dalam tiap baitnya, terselip doa yang tak terdengar dan cinta yang tak lekang waktu. Puisi ini bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dirasakan—seperti memeluk kenangan seorang ibu yang telah menjadi cahaya dalam ingatan. Lewat puisi, kita menuliskan duka dengan keindahan, dan merangkai kehilangan menjadi bahasa yang abadi.
Kutanya langit tentang Ibu
Tapi langit hanya membiru
Sayangku mengendap jadi syair
Yang tak bisa Ibu dengar
Aku menulis namamu di awan
Agar cinta tetap berkenan
Rindu ini seperti lautan
Tak ada ujung di hamparan
Kukenang tawa dan nasihat
Yang kini hilang tanpa jejak
Ibu, engkau tetap kuat
Dalam hatiku yang retak
Langit tetap diam
Menampung rindu yang karam
Tapi hatiku tetap memanggil
Meski jawabnya tak pernah hadir
Langit muram menatap bisu
Jendela terbuka menampung rindu
Ibu, engkau cahaya waktu
Kini tinggal gema di kalbu
Aku duduk, menatap malam
Cahaya remang menghimpit kelam
Sayangmu membekas dalam diam
Hati ini terus karam
Rintik hujan menyebut namamu
Setiap tetes adalah pilu
Kenangan datang tanpa diminta
Membawa luka tak tertutup waktu
Ibu, izinkan aku menangis
Di peluk malam yang sunyi manis
Karena tak sanggup menahan tangis
Saat rindu menjelma tangis
Pintu terbuka, tapi hampa
Langkahmu tiada di pelataran jiwa
Ibu, engkau pelita sukma
Kini hanya nama di udara
Dapur sunyi, tanpa makna
Tak ada suara, tak ada tawa
Aku bicara pada udara
Mengulang cinta yang kini sirna
Sayang, aku mencarimu
Dalam bisik waktu yang membeku
Hati retak tanpa pelukmu
Malam jadi teman yang membisu
Doaku menjulur ke langit
Menyebut namamu dalam tangis pahit
Ibu, pulanglah walau sekejap
Agar rindu ini tak makin melangit
Ibu dulu menyanyi lembut
Kini hanya sunyi yang menyentuh
Lagu nina bobo telah gugur
Digantikan isak yang tak berhujung
Sayang, suara itu abadi
Menggema dalam relung hati
Saat tidurku diselimuti sunyi
Kutemukan senandungmu menari
Bantal ini basah tiap malam
Rindu ini tak tahu padam
Ibu, bagaimana caranya pulang
Jika pintumu telah tertutup malam
Doaku seperti nyanyian hujan
Datang perlahan, tak ingin kehilangan
Rasamu tetap di urat nadi
Ibu, engkaulah nyanyian sejati
Pintu rumah tak pernah terbuka
Sejak Ibu pergi tanpa suara
Aku mengetuk dalam duka
Tak ada jawab, tiada suara
Hati ini seperti reruntuhan
Dibangun dari cinta yang tertinggal
Sayang Ibu masih bertahan
Meski waktu terus menempuh jalan
Tiada senyum di meja makan
Tiada cerita yang ditanyakan
Hanya sunyi memeluk perlahan
Dan rindu yang selalu mengendap diam
Ibu, izinkan aku menangis
Sekadar meredakan tangis manis
Yang tiap malam mengendap di iris
Karena kasihmu masih terasa manis
Rindu ini tak tahu pulang
Seperti perahu hilang arah
Ibu, sayangmu jadi terang
Dalam gelapku yang resah
Kupanggil namamu tiap malam
Dalam doa yang tak pernah padam
Tapi hanya diam yang dalam
Menjawab hatiku yang karam
Hati ini bagai pelabuhan
Menanti kapal tanpa tujuan
Ibu, engkau jadi keabadian
Dalam tiap titik penantian
Andai dunia punya lorong
Akan kupilih tanpa bingung
Menuju pelukmu yang tenang
Meski hanya sesaat menumpang
Waktu membisu, tak ingin bicara
Saat Ibu tak lagi di sana
Hati ini menjadi bara
Membakar rindu yang kian nyata
Sayangmu seperti langit luas
Tak terlihat tapi tak pernah lepas
Dalam tidurku yang nyaris
Bayangmu hadir seakan jelas
Aku berjalan dalam kenangan
Menyusuri lorong tanpa pelukan
Ibu, engkaulah arah dan tujuan
Kini kutersesat dalam kerinduan
Kupeluk sunyi sebagai pengganti
Namun tak sehangat kasih sejati
Ibu, pulanglah dalam mimpi
Agar rindu ini bisa berhenti
Senja datang membawa duka
Warnanya tak lagi jingga
Ibu, sejak kepergianmu tiba
Langit pun kehilangan rupa
Aku duduk di pelataran
Menanti suara yang tak datang
Sayangmu adalah pelukan
Yang kini tinggal bayang
Rinduku menjadi puing
Tiap hari kian meninggi
Ibu, bisakah kau datang pagi
Sekali saja, menghapus sunyi
Hari-hariku jadi hampa
Tiada senyum di wajah bunda
Namun doaku tetap setia
Mengiringimu ke surga
Kau tak lagi hadir di pagi
Tapi doaku terus mengalir
Sayangmu kini abadi
Tak terlihat, tapi mengalir
Setiap kali aku berdoa
Namamu hadir di kepala
Ibu, rinduku jadi mantra
Yang kupeluk dalam cahaya
Kupinta Tuhan dalam tangis
Agar Ibu tenang di atas sana
Di sini aku masih menangis
Karena rindu tak pernah reda
Ibu, engkaulah cahaya
Yang tak pernah padam di jiwa
Biarlah waktu terus berlalu
Asal cintamu tetap menyatu
Dinding ini punya cerita
Tentang Ibu dan segala cinta
Sayangmu melekat di setiap kata
Yang kutulis dalam airmata
Aku bicara pada tembok
Tentang rindu yang makin robek
Ibu, hatiku tak lagi kokoh
Tanpamu dunia terasa mencekik
Kupeluk bayangan di balik pintu
Membayangkan kau kembali waktu itu
Tersenyum, menyuapiku pelan
Kini hanya angan yang menahan
Semua ini mungkin gila
Tapi sayang tak kenal logika
Rindu pada Ibu tak bisa reda
Sampai bertemu dalam surga
Dedi Ir
Mojokerto Jawa Timur
Sebagai anak, kita sering lupa bahwa waktu bersama ibu tak pernah bisa diulang. Melalui puisi, kita bisa mengabadikan kasihnya, memeluk bayangnya, dan menitipkan rindu yang tak sempat terucap. Bait demi bait menjadi jembatan menuju hati yang pernah digenggam ibu dengan penuh kelembutan. Maka mari kita rawat ingatan, mari kita tulis cinta, dan biarkan puisi ini menjadi pelita. Sebab tiada cara paling puitis untuk merayakan cinta terdalam selain melalui puisi ibu sedih.