Puisi rindu ibu hadir untuk mengekspresikan rasa yang mendalam terhadap ibu. Sebuah rasa yang abadi, meskipun tubuh ibu tak lagi berada di sisi kita. Setiap kata yang terucap dalam puisi-puisi ini adalah wujud dari kerinduan yang tak pernah bisa padam. Dalam setiap bait, kita bisa merasakan betapa besar arti ibu dalam hidup kita, bagaimana kasih sayangnya tetap membekas meskipun jarak memisahkan kita.
Aku bersajak dalam keheningan
Menuliskan rindu yang tak berbalas
Ibu, tak ada lagi jawaban
Kecuali gema yang terasa
Langit seolah ikut bersedih
Setiap kali kuteriakkan namamu
Ibu, aku rindu seperti gigil
Yang menusuk tulang paling lugu
Setiap malam kututup mata
Aku berharap kau hadir di sana
Namun bayangmu hanya fatamorgana
Yang menggantung di udara maya
Ibu, aku rindu… tak tahu caranya
Menyentuhmu lewat baris puisi saja
Tapi kata-kata ini jujur adanya
Bahwa rinduku bukan karangan semata
Ibu, dalam rindu aku membeku
Di tiap sunyi aku menunggu
Bayangmu jatuh di dinding waktu
Membentuk nyeri yang tak tentu
Aku menyentuh langit malam
Mencari wajahmu di antara salam
Tapi senyap menjawab dalam kelam
Dan hatiku terus diam-diam karam
Ibu, aku rindu… sesak dan dalam
Seperti mimpi yang tak lagi pulang
Kau menghilang di balik malam
Menyisakan dingin yang panjang
Doamu masih menari di kepalaku
Menjadi nyanyian kala aku jatuh
Ibu, aku rindu, begitu sungguh
Tak habis meski kutulis beribu peluh
Ada sepucuk rindu di sudut dada
Tumbuh di tempat kau biasa bercerita
Kini sepi menggantikan suara
Dan kenangan menjadi cahaya
Ibu, aku mencarimu dalam wangi
Dalam doa, dalam pagi yang sunyi
Setiap bayangmu mengisi sunyi
Menyulam waktu yang tak bisa kembali
Aku merangkai huruf jadi peluk
Menulis rindu dalam diam yang retak
Tak ada hari tanpa namamu kupeluk
Dalam doa yang terus mengalir deras
Ibu, aku rindu… lebih dari kata
Lebih dari dunia yang fana
Kau di sana, aku di sini
Tapi rindu menjembatani kita kembali
Ketika langit tak lagi biru
Aku tahu, aku merindumu
Tak ada senyum, tak ada suara
Hanya kenangan yang menganga
Ibu, kau seperti doa dalam hujan
Menyusup diam di sela dedaunan
Kau pergi, tapi tak pernah jauh
Karena hatiku masih menjadi rumahmu
Di setiap detik aku mencarimu
Dalam nyanyian waktu dan peluh
Rindu ini bukan biasa
Ia seperti luka yang bersyair
Ibu, aku rindu… seperti malam pada pagi
Seperti nyawa pada tubuh sepi
Kau tak di sini, tapi selalu di hati
Tak terganti, tak terperi
Kala senja meneteskan cahayanya
Aku mendengar bisikan namamu
Ibu, rindu ini tak punya jeda
Ia hidup dalam setiap detakku
Batu-batu di jalan pulang
Masih mengingat tapakmu dulu
Kini aku berjalan seorang
Dengan rindu yang tak menentu
Doamu masih menghangat di kulit
Meski tubuhmu telah berpamit
Ibu, aku rindu, begitu sulit
Menjelaskan luka yang tak terlihat
Aku menangis dalam diam
Di antara bising dan terang malam
Ibu, rinduku bukan kelam
Tapi cinta yang tak pernah padam
Ibu, di tengah doa yang tak usai
Namamu terus kusebut setiap kali
Rindu ini tak pernah selesai
Meski hari terus berganti
Dalam sepi, aku mendekap waktu
Mengingat senyum dan tuturmu
Ibu, kau adalah rumah yang syahdu
Tempat rinduku selalu menunggu
Aku menulis di kertas yang retak
Dengan air mata dan kenangan pekat
Setiap huruf membentuk jejak
Rinduku padamu tak pernah tamat
Dan saat langit mulai basah
Aku tahu itu kau yang menyapa ramah
Ibu, rindu ini adalah ibadah
Yang kutunaikan dengan napas pasrah
Dulu pelukmu adalah rumah
Kini aku hanya punya kenang
Ibu, rindu ini serupa resah
Yang tak bisa kutulis tenang
Aku berjalan tanpa suara
Dengan bayangmu di setiap sudut
Ibu, rindu ini tak bisa reda
Karena cintamu terlampau lembut
Setiap hari terasa beku
Meski matahari menyala penuh
Aku menulis namamu di waktu
Sebagai doa yang tak pernah surut
Ibu, aku rindu…
Bukan sekadar kata semata
Ia adalah napas dari luka
Yang tak sembuh oleh apa-apa
Kau adalah lagu dalam kepalaku
Tak selesai meski kuputar waktu
Ibu, setiap nadamu adalah peluk
Setiap syairmu menjelma peluk
Aku bernyanyi meski suaraku patah
Karena rinduku tak bisa pasrah
Dalam dada yang sering lelah
Namamu menyala tanpa arah
Ibu, aku menyimpanmu dalam irama
Dalam senandung yang paling lama
Meski tubuhmu telah jadi senja
Cintamu tetap berdetak di dada
Tak ada nada seindah kasihmu
Tak ada lirik sehangat senyummu
Ibu, rindu ini terus mengalun pilu
Seperti lagu yang tak pernah berlalu
Setiap malam kujadikan sajadah
Untuk berlutut pada rindu yang pasrah
Ibu, namamu menjadi qiblat
Yang kutuju dalam doa yang hangat
Air mataku menjadi wudhu
Dan rinduku menjelma syahdu
Ibu, meski jauh tubuhmu
Kau dekat dalam setiap sujudku
Kuhafal lekuk suaramu
Dalam hening, dalam sendu
Ibu, aku rindu lebih dari waktu
Lebih dari segala yang bisa kupeluk satu-satu
Biarlah rindu ini menjadi ibadah
Yang terus kubaca dalam lelah
Ibu, rinduku adalah amanah
Yang kutitip pada langit paling megah
Ibu, telah kutulis surat panjang
Tentang hari-hari yang kau lewatkan
Tapi tak ada alamat yang terang
Hanya langit yang diam tak berbalasan
Kertas ini basah oleh tangis
Tiap huruf adalah luka yang manis
Rinduku menari dalam baris
Menggenggam waktu yang makin tipis
Aku kirim lewat bisik angin
Lewat doa-doa yang hening
Ibu, kau tetap jadi yang paling ingin
Disapa meski sekadar di angan dingin
Kalau rindu punya alamat
Kutinggalkan jejak pada langit pekat
Tapi sayang, waktu terlalu cepat
Meninggalkan cinta yang tak sempat
Jendela ini menjadi saksi
Betapa rindu tak mengenal henti
Ibu, aku menatap pagi
Dengan dada yang terus berisi sepi
Burung-burung pun enggan bernyanyi
Langit kelabu seperti ikut bersaksi
Aku menunggu datangnya hari
Di mana pelukmu kembali menghampiri
Ibu, dunia ini tetap indah
Tapi tak sempurna tanpa tawa ramah
Rinduku menjelma resah
Seperti daun gugur kehilangan arah
Kupeluk bayangan di balik kaca
Kusapa sunyi dalam tanya
Ibu, rindu ini seperti senja
Cantik, tapi mengandung luka
Aku belajar merindu tanpa suara
Tanpa peluk, tanpa tanya
Ibu, kau pergi begitu nyata
Tapi tetap tinggal dalam rasa
Aku bicara lewat diam
Menyusun rindu dalam-dalam
Ibu, kau hadir dalam malam
Dalam bayang yang tak pernah padam
Tak semua luka butuh darah
Kadang hanya kenangan yang ramah
Ibu, rinduku tak pernah lelah
Menyebutmu dengan hati yang pasrah
Kukira waktu bisa menyembuhkan
Tapi waktu malah memperpanjang kehilangan
Ibu, aku belajar bertahan
Dengan rindu yang terus berjalan
Dedi Ir
Mojokerto Jawa Timur 2025
Baca Puisi Yang Bagus lainnya
Pada akhirnya, menulis puisi rindu ibu adalah cara paling jujur untuk mencintai dalam diam. Ia bukan sekadar karya sastra, tetapi penawar duka, jembatan ke masa kecil, dan bukti bahwa cinta bisa bertahan bahkan setelah kepergian. Kita semua pernah merindukan ibu dan dalam puisi kita belajar menerima bahwa kehilangan tak pernah benar-benar menghapus kehadiran. Ibu tetap hidup dalam setiap kata, dalam baris-baris yang kita bacakan dalam hening, dalam tangis, atau dalam doa yang melambung ke langit. Maka teruslah menulis, teruslah merindu, dan biarkan dunia tahu: tak ada cinta yang seagung cinta dalam sebuah puisi rindu ibu.