ajip-rosidi-edu-abjad-eu-org

ajip rosidi kontribusi akademik ui unpad

Ajip Rosidi: Kontribusi Akademik di Universitas Indonesia dan Kiprahnya dalam Kebudayaan Sunda

 

Abstrak

Ajip Rosidi merupakan sosok yang tidak hanya menulis puisi dan prosa, melainkan juga membentuk ekosistem kebudayaan dan keilmuan di Indonesia. Artikel ini menyoroti perjalanan intelektual Ajip Rosidi sebagai dosen luar biasa di Universitas Indonesia, kontribusinya di Universitas Padjadjaran, serta peran sentralnya dalam menghidupkan Yayasan Kebudayaan Rancage dan Pusat Studi Sunda. Dengan pendekatan naratif dan reflektif, artikel ini membedah bagaimana Ajip menjahit kembali warisan budaya yang tercerai-berai menjadi sebuah wacana akademik yang hidup.

https://edu.abjad.eu.org


Pendahuluan

Barangkali dalam sejarah intelektual Indonesia, tidak banyak yang mampu menyentuh langit bahasa dan bumi kebudayaan sekaligus. Ajip Rosidi adalah satu dari sedikit itu. Namanya menjelma sebagai sosok yang melintasi batas disiplin dan melawan arus dominasi budaya pusat. Ia tidak hanya menulis, tetapi membentuk. Ia tidak sekadar hadir di ruang akademik, tetapi menciptakan ruang itu sendiri. Sebuah ironi, barangkali, ketika dunia hari ini semakin melupakan akar.


 

Riwayat Pendidikan dan Awal Karier

Ajip Rosidi lahir pada 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka. Sejak usia muda, ia sudah menunjukkan ketertarikan mendalam pada dunia bahasa dan sastra. Uniknya, ia bukan produk universitas, tetapi mendidik dirinya sendiri lewat buku dan dialog. Ia menulis dengan disiplin keras, menjelajah ke dalam kekayaan tradisi Sunda yang kemudian melahirkan berbagai karya monumental.


 

Karier Akademik dan Dosen Luar Biasa di Universitas Indonesia

Berbeda dengan banyak akademisi konvensional, Ajip hadir ke dalam dunia universitas bukan sebagai produk, tetapi sebagai pelopor pemikiran. Ia turut memimpin Yayasan Kebudayaan Rancage, menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Sunda di Universitas Padjadjaran, serta dikenal sebagai dosen luar biasa yang berpengaruh di Universitas Indonesia (UI). Di UI, kehadirannya bukan hanya mengisi ruang kelas, tetapi menyadarkan mahasiswa akan pentingnya akar budaya lokal dalam membentuk identitas nasional.

“Ajip Rosidi adalah tokoh sastra Indonesia yang mendirikan Yayasan Kebudayaan Rancagé, sebuah lembaga yang bergerak dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah Indonesia.[1] [2]Ia juga dikenal sebagai pendiri Hadiah Sastra Rancagé, yang diberikan setiap tahun kepada penulis yang berjasa dalam pengembangan bahasa dan sastra daerah.[1] [3] Meskipun tidak disebutkan secara spesifik di sumber yang Anda sebutkan, Ajip Rosidi juga pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Sunda di Universitas Padjadjaran dan dikenal sebagai dosen luar biasa di Universitas Indonesia.”

 

Kuliah-kuliahnya bersifat reflektif, membawa mahasiswa menelusuri jejak-jejak filsafat Timur, sastra lisan Sunda, dan pemikiran kontemporer. Ia dikenal tidak menyukai struktur kaku akademik, tetapi justru itulah yang membuatnya dicintai. Ajip tak mendikte, ia mengajak berpikir.

Keberadaan Ajip sebagai dosen luar biasa bukan sekadar simbolik. Ia kerap mengembangkan materi ajar yang tidak ditemukan dalam buku teks. Dalam diskusi-diskusinya, ia menantang mahasiswa untuk berpikir kritis terhadap narasi-narasi dominan, baik dalam sejarah maupun dalam sastra. Ia memantik pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana budaya lokal bisa menjadi rujukan utama dalam memandang dunia modern.

Mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu mulai tertarik datang ke kelasnya, tidak hanya dari jurusan sastra atau budaya. Mereka menyadari bahwa kebudayaan bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga strategi masa depan. Di sanalah Ajip memposisikan dirinya, sebagai jembatan antara keduanya.


 

Peran di Universitas Padjadjaran dan Pusat Studi Sunda

Di UNPAD, Ajip membangun Pusat Studi Sunda dari ide sederhana: bagaimana budaya lokal bisa dibicarakan dalam bahasa akademik yang serius. Pusat ini tidak hanya menjadi tempat penelitian, tetapi juga ruang refleksi tentang siapa kita sebagai bangsa.

Ia mendorong riset interdisipliner yang melibatkan antropologi, linguistik, sejarah, bahkan ilmu politik untuk mengkaji dinamika masyarakat Sunda. Lebih jauh, ia membentuk ekosistem akademik yang menghargai kearifan lokal sebagai sumbangan penting dalam wacana global. Melalui lokakarya, seminar, dan publikasi ilmiah, Pusat Studi Sunda menjadi mercusuar bagi studi kebudayaan lokal di Indonesia.


 

Yayasan Kebudayaan Rancage: Melampaui Akademi

Yayasan Kebudayaan Rancage berdiri karena kegelisahan Ajip terhadap sistem yang terlalu menyanjung pusat dan melupakan pinggiran. Ia merasa bahwa penulis dan budayawan dari daerah kerap tidak mendapat panggung yang layak.

Maka lahirlah penghargaan Rancage, yang menjadi sarana untuk mengangkat suara dari wilayah-wilayah yang sebelumnya tak terdengar. Penghargaan ini bukan sekadar pengakuan, tetapi juga sarana distribusi gagasan. Ia membuka jalur komunikasi antardaerah, dan mendorong munculnya jaringan penulis lokal yang tangguh dan otonom.

Program-program pelatihan yang diinisiasi yayasan juga berhasil mencetak generasi baru yang melek budaya dan sadar akan pentingnya dokumentasi tradisi. Banyak penulis muda yang mengaku bahwa penghargaan ini menjadi titik balik dalam karier mereka.


Terpinggirkannya Bahasa dan Budaya Lokal di Ranah Akademik

Dunia akademik Indonesia—terutama di kota-kota besar—masih terjebak dalam paradigma sentralistis. Pengetahuan yang dianggap sah sering kali datang dari luar, sementara warisan lokal dilihat sebagai pelengkap, bukan pusat.

Ajip menyadari bahwa jika situasi ini terus berlanjut, maka generasi muda akan terputus dari akar kebudayaannya sendiri. Bahasa-bahasa daerah akan mati, sastra lokal tak akan dibaca, dan sejarah komunitas akan lenyap tanpa rekam.


 

Menginstitusikan Lokalitas sebagai Ilmu

Ajip tak hanya mengkritik, ia membangun. Ia menulis buku, menyelenggarakan diskusi, menciptakan pusat riset, dan membuka ruang di universitas. Ia ingin agar budaya lokal bisa berbicara dengan bahasa akademik, dan diterima sebagai ilmu yang sejajar dengan teori dari luar.

Ia memformulasikan metode pengajaran yang menggabungkan riset lapangan dengan refleksi budaya. Dalam konteks ini, kebudayaan lokal tidak hanya menjadi objek studi, tetapi juga metode berpikir. Hal ini membuka jalan baru dalam epistemologi akademik Indonesia.


Kesimpulan:

Ajip Rosidi bukan sekadar penulis, Ia menunjukkan bahwa seorang intelektual tidak harus bergantung pada gelar, tetapi pada kedalaman pikir dan keberanian mencipta ruang baru. Melalui peran akademiknya di UI, UNPAD, serta pengabdiannya dalam Yayasan Kebudayaan Rancage, Ajip membuktikan bahwa budaya lokal bisa menjadi jendela dunia.


Sumber:

Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (n.d.). Ajip Rosidi. Diakses dari https://badanbahasa.kemendikdasmen.go.id/tokoh-detail/3388/ajip-rosidi

Wikipedia. (n.d.). Yayasan Kebudayaan Rancage. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan_Kebudayaan_Rancage

Rancage.id. (n.d.). Tentang Rancage. Diakses dari https://rancage.id/ilo/78y7rv/tentang-rancage


Dedi Ir

April 2025

Mojokerto Jawa Timur

Cek artikel yang menarik lainnya di

https://edu.abjad.eu.org/category/edu/biografi-akademisi/

Tinggalkan Balasan